Showing posts with label Bahasa Arab. Show all posts
Showing posts with label Bahasa Arab. Show all posts

Tuesday, June 16, 2009

7 Alasan Pentingnya Belajar Bahasa Arab

Sesungguhnya Allah swt telah memilih bahasa Arab sebagai bahasa penutup risalah-Nya (wahyu-Nya). Hal ini telah dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an dalam banyak tempat dan secara jelas bahwasanya risalah-Nya yang terakhir diturunkan dalam bahasa Arab. Allah subhanahu wa ta’alaberfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al–Qur’an berupa al–Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (QS. Yusuf:2).

Sesungguhnya umat Islam di zaman-zaman awal sudah merasakan manfaat yang sangat besar dari bahasa Arab tersebut dan banyak sekali tujuan-tujuan mulia terwujud dengan perantara bahasa Arab. Tidaklah bahasa Arab sebagai bahasa risalah (wahyu) semata dan pada saat tersebutlah umat Islam menjadi umat yang sangat mulia dan sejahtera.

Pada zaman kita banyak sekali perhatian orang-orang Arab dan kaum muslim terhadap belajar dan mengajarnya (bahasa Arab), perhatian umat muslim baik dahulu ataupun sekarang dikarenakan beberapa sebab:

1. Bahasa Arab merupakan bagian dari agama ini. Telah berkata Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Merupakan sesuatu yang sudah diketahui bersama bahwasanya belajar dan mengajarkan bahasa Arab hukumnya fardhu kifayah” dan beliau juga berkata, “Sesungguhnya bahasa Arab merupakan bagian dari agama dan mengetahuinya wajib, karena memahami Al-Qur’an dan sunnah wajib. Dan keduanya tidak dapat dipahami kecuali dengan bahasa Arab dan apa yang suatu kewajiban tidak akan terwujud kecuali dengannya maka sesuatu itu menjadi wajib.”

Ibadah-ibadah baik shalat, do’a, membaca Qur’an serta banyak sekali syi’ar-syi’ar Islam akan terpenuhi dan sempurna dengan mempelajari bahasa Arab.

2. Memahami bahasa Arab menjadikan kita selamat dari syubhat-syubhat dan bid’ah. Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “Tidaklah kebodohan dan perbedaan-perbedaan yang terjadi pada manusia (umat muslim) melainkan karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan mereka lebih memilih bahasa Aristoteles (bahasa orang barat).”

Beliau juga berkata, “Tak seorang pun akan mengetahui jelasnya ilmu-ilmu dalam Al Qur’an selama orang itu tidak mengetahui luasnya bahasa Arab, luasnya cakupannya, luasnya masalah dan tingkatannya dan barangsiapa memahaminya maka dia akan selamat dari terkena syubhat seperti yang terjadi pada orang-orang yang tidak memahaminya”.

As-Suyuti rahimahullah berkata, “Sesungguhnya saya telah menemukan orang-orang sebelum Imam Syafi’I, mereka mengisyaratkan seperti yang saya duga bahawa sebab terjadinya bid’ah adalah tidak memahami bahasa Arab.” Hasan Bashri berkata terhadap orang-orang Ahlu Bid’ah, “Yang menghancurkan mereka adalah ketidaktahuan mereka terhadap bahasa Arab.”

3. Paham bahasa Arab adalah salah satu dari sebab-sebab kemudahan.

4. Bahasa Arab merupakan syi’ar Islam, bagian dari Islam dan bahasa Arab merupakan syi’ar yang paling besar yang dengannya menunjukkan kelebihan mereka.

5. Kuatnya bahasa Arab merupakan salah satu sebab kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Musthofa Shodiq Arrofi’ berkata, “Tidaklah bahasa suatu kaum itu rendah kecuali mereka akan direndahkan dan kemuliaannya tidaklah menjadikan kekuasaan itu pergi meninggalkan mereka. Oleh karena itu, penjajah asing mewajibkan (bahasa mereka untuk dipelajari) kepada kaum yang mereka jajah.”

6. Bahasa Arab merupakan sarana terkuat untuk mewujudkan persatuan / hubungan diantara umat muslim. Pada saat mereka bersemangat mengajarkan bahasa Arab guna mewujudkan kedekatannya kepada bahasa Arab, maka akan terwujud keseragaman pada dhahirnya (yaitu dengan bahasanya) sehingga terwujud pula keseragaman di hati mereka, dikarenakan mereka dapat memahami peradaban dan keyakinan beragama yang sama.

7. Pengajaran bahasa Arab merupakan sarana terpenting guna mewujudkan peradaban Islam dan dengan bahasa akan mengangkat peradaban pemilik bahasa tersebut.

(Abu Ayyub), Diterjemahkan bebas dari Kitab al – ‘Arabiyah Baina Yadaika. dan http://belajarislam.com

Kepentingan dan keperluan Bahasa Arab

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa tertua yang dikenal oleh manusia dan satu-satunya bahasa yang paling berkembang dengan cepat penyebarannya. Sekalipun tata bahasanya demikian lengkap namun sangat mudah dipelajari. Karakter unik yang khusus yang dimilikinya menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa pilihan bagi Kitab Suci yang paling mulia. Berikut kami untaikan sedikit tentang kepentingan bahasa Arab dengan format tanya jawab.

Bagaimana kedudukan bahasa Arab di mata Islam, dan apakah berbicara dengan bahasa pengantar ini termasuk ashabiyah (fanatisme golongan), atau apakah bahasa Arab memiliki kedudukan yang mulia dibandingkan bahasa lain?

Bahasa adalah wasilah untuk berkomunikasi, hanya itu. Demikian pula bahasa Arab, hanyalah sebuah wasilah untuk komunikasi sosial tetapi ada satu keistimewaan tambahan yang tidak dimiliki oleh bahasa lain, yaitu nilai ibadah.

Maka berkomunikasi dengan bahasa Arab ibadah, demikian juga mempelajarinya, mengajarkannya, menelaah kitab-kitab arabiyah adalah ibadah. Sebab bertaammul (berinteraksi) dengan bahasa ini dianggap telah menghidupkan dan menjaga fondasi terpenting Islam yaitu Al-Qur’an.

Mungkin adakah sebuah penjelasan yang lebih terperinci mengapa Allah memilih bahasa Arab untuk Kitab Suci-Nya paling mulia?

Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik yang pernah ada sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”

Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rasulullah), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf).

Keperluan bahasa Arab, dan kepentingan teragung dalam dalam kehidupan kita, bahwa ia adalah bahasa Al-Qur’an, bahasa pengantar Islam. Dengannya berkembanglah Islam ke seantero jagat sebagai rahmatan lilalamin.

Dalam sebuah kaedah fiqih dikatakan: “Apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya wajib.”

Maka tatkala hukum membaca Al-Qur’an wajib, menelaah Al-Hadits hukumnya wajib, mengetahui kaedah-kaedah ibadah dan aqidah hukumnya wajib dan tidak ada cara lain untuk memahami semua ini dengan apik kecuali dengan memahami terlebih dahulu bahasa Arab, akhirnya mempelajari bahasa Arab naik hukumnya menjadi wajib.

Berangkat dari sini, bahasa Arab menjadi bahasa yang paling berkesan dalam dada kaum muslimin dan menghunjam dalam iman serta ruh mereka. Bahasa Arab tidak mungkin dipisahkan dalam tarikh kegemilangan umat Islam yang akan dan terus dikenang dan diusahakan perwujudannya kembali.

Jadi hukum mempelajari bahasa Arab wajib, apakah ada ijtihad dari ulama terpercaya mengenai kesimpulan antum ini?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim berfatwa: “Sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri sebahagian dari agama dan hukum mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itu wajib dan keduanya tidaklah bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan kaedah:Apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya wajib.”

Beliau juga berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.”

Jauh sebelum masa Ibnu Taimiyah, Imam Syafi’ipun memiliki istinbath (kesimpulan hukum) demikian.

Dengan kata lain Bahasa Arab merupakan pokok agama atau dikatakan; “Dienul Islam tidak akan terwujud kecuali dengan bahasa Arab”.?

Benar sekali. Ana tekankan bahwa bahasa Arab tidak hanya penting untuk berkomunikasi saja, lebih dari itu bahasa Arab ruhnya segala syiar.

Lalu apa perbedaan dengan bahasa lainnya?

Kita bisa katakan, bahasa Arab tidak akan musnah selama Dien ini tidak musnah… Bahasa ini akan tetap ada selama masih ada orang yang mengucapkan La illaha illallah.

Artinya, janji Allah ta’ala akan terjaganya Kitab-Nya juga mencakup janji terjaganya bahasa Arab?

Tepat, sebab bahasa Arab bahasa pengantar Al-Qur’an yang tersusun kalimatnya oleh susunan, kaedah-kaedah dan hukum-hukum tata bahasa Arab.

Ana telah sekian lama mempelajari bahasa Arab, tapi sampai sekarang tetap kesulitan membaca kitab, ada solusi?

Pertama perhatikan keikhlasannya, belajar hanya untuk mencari ridha-Nya saja. Kedua perhatikan istiqamahnya, dan ketiga perhatikan kaedah sistematik mempelajarinya setelah itu tawakal kepada Allah.

Sumber: http://alghaits.wordpress.com

KURSUS INTEGRASI QUR’AN-HADIS-ARAB: MODUL SATU


Buku Percuma: KAEDAH-KAEDAH TASRIF BAHASA ARAB (peringkat Asas)

Modul Terbaru

5 bulan = 40 jam

KURSUS INTEGRASI QUR’AN-HADIS-ARAB: MODUL SATU

3 dalam 1

(Al-Quran-Al-Hadis-Bahasa Arab)

Oleh

Pensyarah dan pendidik berpengalaman bidang Bahasa Arab untuk semua peringkat

Dr. Badri Najib bin Zubir

Fakulti Ilmu Wahyu dan Sains Kemanusiaan

Universiti Islam Antarabangsa Malaysia

Konsep kursus:

Peserta-peserta kursus akan mempelajari petikan-petikan terpilih daripada al-Qur’an dan hadis dari segi kefahaman maksud, dan seterusnya mempelajari asas-asas bahasa Arab melalui analisis terhadap teks yang dipelajari dan aplikasi pola ayat yang diperolehi daripada teks tersebut.

Manfaat-manfaat:

i. Memahami 12 surah al-Qur’an dan 40 hadis pilihan daripada kitab Riyad al-Salihin karangan Imam al-Nawawi

ii. Mampu memberi penerangan mengenai maksud dan pengajaran yang berkaitan dengan teks Qur’an dan hadis yang dipelajari

iii. Memperolehi kemahiran asas pemahaman yang membolehkan mereka memahami teks-teks Arab yang mudah

iv. Mampu menggunakan kamus sebagai alat bantuan pemahaman

v. Mampu menggubah perkataan-perkataan yang dipelajari kepada pelbagai bentuk

vi. Menguasai teknik ‘leveraging’ untuk memperbanyakkan jumlah kosa kata (vocabulary) yang difahami, iaitu sekurang-kurangnya 5 perkataan bagi setiap perkataan Arab yang dipelajari.

Sasaran peserta-peserta:

Orang ramai yang berminat mempelajari bahasa Arab dengan berintegrasikan pengajian teks al-Qur’an dan hadis, termasuk:

  • · Golongan dewasa yang bekerja dan kesuntukan masa;
  • · Suri rumah yang berminat dengan bahasa Arab;
  • · Pelajar-pelajar sekolah menengah yang mengambil subjek Bahasa Arab dan ingin memantapkan kecekapan mereka.

Pra-syarat Peserta

Peserta hendaklah mampu membaca al-Qur’an dengan lancar dan teks-teks Arab yang berbaris.

Biodata Pengajar:

Dr. Badri Najib berkelulusan PhD dalam Bahasa Arab yang diperolehinya dalam tahun 1999. Sebelum itu, beliau menuntut di Universiti Al-Azhar dan mendapat ijazah BA Bahasa Arab pada tahun 1992.

Beliau telah bekerja di UIAM sejak tahun 1993. Dr.Badri juga aktif dalam penulisan dan kajian di UIAM dan terlibat dengan perundingan dan editorial di dalam dan luar Negara.

Lokasi: Gombak

Hubungi: info@alkhwarism.com

PANDUAN PENGGUNAAN BUKU

· Pembaca dinasihatkan supaya membaca keseluruhan buku ini secara teratur, iaitu dengan membaca pelajaran-pelajaran yang disajikan satu persatu mengikut susunan di dalam buku. Ini kerana setiap pelajaran bergantung kepada kefahaman terhadap pelajaran yang terdahulu. Di samping itu, pelajaran yang terkemudian sering mengandungi istilah-istilah yang dijelaskan dalam pelajaran-pelajaran yang lebih awal. Oleh itu, pastikan anda memahami sepenuhnya sesuatu pelajaran sebelum berpindah ke pelajaran berikutnya.

· Setelah tamat membaca kesemua pelajaran, pembaca bolehlah mengulang bacaan pada bahagian-bahagian yang tertentu bagi tujuan memperkemaskan kefahaman atau ingatan terhadap konsep atau kaedah.

· Contoh-contoh perkataan yang diberikan dalam sesuatu pelajaran adakalanya diterjemahkan terus di dalam pelajaran itu, terutamanya apabila ia digunakan dalam ayat. Bagi perkataan-perkataan yang tidak diterjemahkan, pembaca boleh merujuk maknanya di bahagian Glosari.


Monday, June 15, 2009

QIRAAT AL-QURAN


Pengertian Qiraat al-Quran

Secara etimologi, perkataan qiraat ( قراءة ) adalah dalam bentuk masdar dari perkataan ( قرأ ) yang bermaksud bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai pendapat para ulama tentang pengertian makna qiraat ini. Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dipetik oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli bahawasanya qiraat adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafaz-lafaz al-Quran, baik yang disepakati maupun yang diikhtilafkan oleh para ahli qiraat, seperti hazf (membuang huruf), isbat (menetapkan huruf), wasal (menyambung huruf), ibdal (menggantikan huruf atau lafaz tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui deria pendengaran.”

Sedangkan menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal, qiraat adalah “Suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbezaan para ahli qiraat, seperti yang bersangkutan dengan aspek bahasa, i’rab, isbat, fasal dan lain-lain yang diperolehi dengan cara periwayatan.” Dari definisi-definisi di atas, nampak bahawa qiraat al-Quran berasal dari Nabi Muhammad SAW, melalui al-sima’ ( السماع ) dan an-naql ( النقل ). Berdasarkan huraian di atas pula dapat disimpulkan bahawa:

· Yang dimaksudkan qiraat dalam perbahasan ini, iaitu cara pengucapan lafaz-lafaz al-Quran sebagaimana yang di ucapkan Nabi saw atau sebagaimana yang di ucapkan para sahabat di hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.

· Qiraat al-Quran diperolehi berdasarkan periwayatan Nabi saw, baik secara fi’liyah maupun taqririyah.

· Qiraat al-Quran tersebut adakalanya memiliki satu versi qiraat dan adakalanya memiliki beberapa versi. Selain itu ada beberapa ulama yang mengaitkan definisi qiraat dengan mazhab atau imam qiraat tertentu. Muhammad Ali ash-Shobuni contohnya, mengemukakan definisi sebagai berikut: “Qiraat merupakan suatu mazhab tertentu dalam cara pengucapan al-Quran, dianuti oleh salah satu imam qiraat yang berbeza dengan mazhab yang lain, berdasarkan sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada Nabi saw.” Sehubungan dengan ini, terdapat beberapa istilah tertentu dalam menisbatkan suatu Qiraat al-Quran kepada salah seorang imam qiraat dan kepada orang-orang sesudahnya. Istilah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. القرأة : Apabila Qiraat al-Quran dinisbatkan kepada salah seorang imam qiraat tertentu seperti qiraat Nabi umpamanya.

2. الرواية : Apabila Qiraat al-Quran dinisbatkan kepada salah seorang perawi qiraat dari imamnya.

3. الطريق : Apabila Qiraat al-Quran dinisbatkan kepada salah seorang pembaca al quran berdasarkan pilihannya terhadap versi qiraat tertentu.

Latar Belakang Timbulnya Perbezaan Qiraat

Mengenai hal ini, terjadi perbezaan pula dari para ulama tentang apa sebenarnya yang menyebabkan perbezaan tersebut. Berikut adalah pendapat-pendapat para ulama:

1. Sebagaimana ulama berpendapat bahwa perbeaan Qiraat al-Quran disebabkan kerana perbezaan qiraat Nabi saw, ertinya dalam menyampaikan dan mengajarkan al-Quran, baginda membacakannya dalam berbagai versi qiraat. Contoh: Nabi pernah membaca ayat 76 surat ar-Rahman dengan qiraat yang berbeza. Ayat tersebut berbunyi: مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَ عَبْقَرِيٍّ حِسَاٍن .Lafaz ( رَفْرَفٍ ) juga pernah dibaca Nabi dengan lafaz ( رَفَارَفٍ ), demikian pula dengan lafaz ( عَبْقَرِيٍّ ) pernah dibaca (عَبَاقَرِيٍّ ), sehingga menjadi:مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَعَبَاقَرِيٍّ حِسَانٍ

2. Pendapat lain mengatakan: Perbezaan pendapat disebabkan adanya taqrir Nabi saw terhadap berbagai qiraat yang berlaku dikalangan kaum muslimin pada saat itu. Sebagai contoh: ( حَتَّى حِيْنَ ) dibaca ( حَتَّى عِيْنَ ), atau ( تَعْلَمْ ) dibaca ( تِعْلَمْ ).

3. Suatu pendapat mengatakan, perbezaan qiraat disebabkan kerana perbezaannya qiraat yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi saw melalui perantaraan malaikat Jibril as.

4. Jumhur ulama ahli qiraat berpendapat bahawa perbezaan qiraat adalah disebabkan dengan adanya riwayat para sahabat Nabi saw berbagai versi qiraat yang ada.

5. Sebahagian ulama berpendapat, perbezaan qiraat disebabkan adanya perbezaan dialek bahasa di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya al-Quran.

6. Perbezaan qiraat merupakan hasil ijtihad atau rekaan para imam qiraat. Baihaqi menjelaskan bahawa mengikuti orang-orang sebelum kita dalam hal-hal qiraat merupakan sunnah, tidak boleh menyalahi mushaf dan tidak pula menyalahi qiraat yang mashur meskipun tidak berlaku dalam bahasa arab.

Tingkatan Qiraat

Dari huraian di atas dapat diketahui bahwa qiraat bukanlah merupakan hasil ijtihad para ulama, karena ia bersumber dari Nabi saw. Namun untuk membezakan mana qiraat yang berasal dari Nabi saw dan mana yang bukan, maka para ulama menetapkan pedoman atau syarat-syarat tertentu. Ada 3 syarat bagi qiraat al-Quran untuk digolongkan sebagai qiraat sahih, iaitu: (1). صحة السند , harus memiliki sanad yang sahih. (2). مطابقة الرسم , harus sesuai dengan rasm mushaf salah satu mushaf Usmani. Dan (3). موافقة العربية , harus sesuai dengan kaedah Bahasa Arab. Jika salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi, maka qiraat itu dinamakan qiraat yang lemah, syadz atau bathil. Berdasarkan kuantiti sanad dalam periwayatan qiraat tersebut dari Nabi saw, maka para ulama mengklasifikasikan qiraat al-Quran kepada beberapa tingkatan. Sebahagian ulama membahagi qiraat kepada 6 tingkatan, iaitu seperti berikut:

1. المتواتر : Qiraat yang dinukilkan oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta.

2. المشهور : Qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak mencapai darjat mutawatir dan sesuai dengan kaedah Bahasa Arab juga rasm Usmani.

3. الآحد : Qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Usmani ataupun kaedah Bahasa Arab (qiraat ini tidak termasuk qiraat yang diamalkan).

4. الشاذ : Qiraat yang tidak sahih sanadnya, seperti qiraat مَلَكَ يَوْمَ الدِّيْنِ , versi lain qiraat yang terdapat dalam firman Allah, berikut: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (الفاتحة:4)

5. الموضوع : Qiraat yang tidak ada asalnya.

6. المدرج : Qiraat yang berfungsi sebagai tafsir atau penjelas terhadap suatu ayat al-Quran.

Jenis-jenis Qiraat

Yang dimaksudkan dengan jenis-jenis qiraat disini iaitu ragam qiraat yang dapat diterima sebagai qiraat al-Quran. Dan hal ini banyak berkait dengan qiraat sab’ah dan qiraat syazzat.

a. Qiraat Sab’ah

Iaitu tujuh versi qiraat yang diisbatkan kepada para imam qiraat yang berjumlah tujuh orang, iaitu: Ibn Amir, Ibn Katsir, Ashm, Abu Amr, Hamzah, Nafi dan al-Kisai. Qiraat ini dikenali di dunia Islam pada akhir abad ke-2 hijrah, dan di bukukan pada akhir abad ke-3 hijrah di Baghdad, oleh seorang ahli qiraat bernama Ibn Mujahid Ahmad Ibn Musa Ibn Abbas. Contoh qiraat sab’ah yang tidak mempengaruhi makna, adalah: وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا {البقرة : 83} . Ibn Katsir, Abu Amr, Nafi, Ashm dan Ibn Amir membaca حُسْبًا , sementara Hamzah dan al-Kisai membaca حَسَنًا .Contoh qiraat sab’ah yang mempengaruhi makna, adalah: وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ {الأنعام : 132 } Ibn Amir membaca تَعْمَلُوْنَ , sementara yang lainnya membaca يَعْمَلُوْنَ .

b. Qiraat Syazzat

Iaitu qiraat yang sanadnya sahih, sesuai dengan kaedah Bahasa Arab, akan tetapi menyalahi rasm Usmani. Dengan demikian qiraat ini dapat diterima kewujudannya, akan tetapi para ulama sepakat tidak mengakui kegunaannya, dengan kata lain qiraat ini dimaksudkan sebagai penjelasan terhadap qiraat yang terkenal diakui kegunaannya. Beberapa contoh qiraat syazzat adalah:

· Qiraat Aisyah dan Hafsah

· Qiraat Ibn Mas’ud

· Qiraat Ubay Ibn Ka’ab

· Qiraat Sa’ad Ibn Abi Waqas

· Qiraat Ibn Abbas

· Qiraat Jabir

Kelebihan Mempelajari Qiraat

Dengan berbagai variasi qiraat, maka banyak sekali manfaat atau faedah mempelajari qiraat, diantaranya:

1. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.

2. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Quran

3. Bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan makna, kerana setiap qiraat menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu pengulangan lafaz.

4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qiraat lain.

5. Memperbanyakkan pahala.

Pengaruh Perbezaan Qiraat Terhadap Istinbat Hukum

Sebelum masuk kepada pengaruh perbezaan qiraat terhadap istinbat hukum, perkataan istinbat ( إستنباط ) adalah dari Bahasa Arab yang akar katanya al-nabth ( النبط ) bererti air yang pertama kali keluar atau tampak pada saat seseorang menggali telaga.

Adapun istinbat menurut bahasa bererti: “Mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah)”, kerana itu, secara umumnya kata istinbat ini dipergunakan dalam erti istikhraj ( استخراج ), mengeluarkan. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksudkan dengan istinbat ialah: إستخراج المعانى من النصوص بفرط الذهب وقوة الفريحة “Mengeluarkan kandungan hukum dari nas-nas yang ada (al-Quran dan al-Sunnah), dengan ketajaman nalar serta kemampuan yang optimal.”

Dari definisi di atas, dapat difahami bahawa, kepentingan istinbat iaitu: Upaya melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat baik dalam al-Quran maupun dari al-Sunnah. Mengenai objek atau sasarannya iaitu dalil-dalil syar’i baik berupa nas maupun bukan nas, namun hal ini masih berasaskan kepada nas.

Adapun perbezaan qiraat al-Quran yang khusus menyangkut ayat-ayat hukum dan berpengaruh terhadap istinbat hukum, dapat dikemukakan dalam contoh berikut: Firman Allah SAWT:يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ قَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْابِرُءُ وْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ { المائدة : 6 } “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. al-Maidah/5: 6)

Ayat ini menjelaskan, bahwa seseorang yang hendak mendirikan solat, diwajibkan berwuduk. Caranya adalah seperti yang disebutkan dalam firman Allah di atas. Sementara itu, para ulama berbeza pendapat tentang apakah dalam berwuduk, kedua kaki ( وارجلكم ) wajib dicuci atau hanya wajib disapu dengan air.

Hal ini adalah kerana adanya dua versi qiraat yang bersangkut dalam hal ini. Ibn Katsir, Hamzah dan Abu Amr membaca وَاَرْجُلِكُمْ . Nafi, Ibn Amir dan al-Kisai membaca وَاَرْجُلَكُمْ Sementara Ashm riwayat Syu’bah membaca وَاَرْجُلِكُمْ , sedangkan Ashm riwayat Hafsah membaca وَاَرْجُلَكُمْ .

Qiraat وَاَرْجُلَكُمْ menurut zahirnya menunjukkan bahawa kedua kaki wajib dicuci, yang dalam hal ini ma’thuf kepada قَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ. Sementara qiraat وَاَرْجُلِكُمْ menurut zahirnya menunjukkan bahawa kedua kaki hanya wajib disapu dengan air, yang dalam hal ini ma’thuf kepada وَامْسَحُوْابِرُءُ وْسِكُمْ . Jumhur ulama lebih cenderung memilih qiraat وَاَرْجُلَكُم , mereka memberikan argumentasi sebagai berikut: (a). Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan. (b). Dalam ayat tersebut Allah membataskan kaki sampai mata kaki, sebagaimana halnya membatasi tangan sampai dengan siku. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berwuduk, kedua kaki wajib dicuci sebagaimana diwajibkannya mencuci kedua tangan.

Selain itu jumhur berupaya menta’wilkan qiraat وَاَرْجُلِكُمْ sebagai berikut:

a. Qiraat وَاَرْجُلِكُمْ kedudukannya ma’thuf kepada kata وَاَيْدِيَكُمْ , akan tetapi kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca majrur disebabkan karena berdekatan dengan رُءُوْسِكُمْ yang juga majrur.

b. Lafaz اَرْجُلِكُمْ dalam ayat tersebut dibaca majrur, semata-mata kerana ma’thuf kepada lafaz وَاَرْجُلِكُمْ yang majrur. Akan tetapi ma’thufnya hanya dari segi lafaz bukan dari segi makna.

Sementara itu, sebahagian ulama dari kalangan Syi’ah Immamiyyah lebih cenderung memilih qiraat وَاَرْجُلِكُمْ . Sedangkan ulama az-Zahir berpendapat bahawa dalam berwuduk diwajibkan menggabungkan antara mengusap dan mencuci dua kaki, dengan alasan mengamalkan ketentuan hukum yang tedapat dalam dua versi qiraat tersebut. Menurut Ibn Jabir at-Thabari berpendapat bahawa seseorang yang berwuduk, boleh memilih antara mencuci kaki dan mengusapnya (dengan air).

Dari huraian di atas nampak jelas bahawa perbezaan qiraat dapat menimbulkan perbezaan istinbat hukum. Qiraat وارجلكم dipahami oleh jumhur ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum, bahwa dalam berwuduk diwajibkan mencuci kedua kaki, sementara qiraat وَاَرْجُلِكُمْ difahami oleh sebahagian ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum bahwa dalam berwuduk tidak diwajibkan mencuci kedua kaki, akan tetapi diwajibkan mengusapnya. Sementara ulama lainnya membolehkan untuk memilih salah satu dari kedua ketentuan hukum tersebut. Dan ada pula yang mewajibkan untuk menggabungkan kedua ketentuan hukum tersebut.

Rujukan

ABIDIN S., Zainal, Drs., Seluk Belok al-Quran, Jakarta: Rineka Cipta, 1992

HASANUDDIN AF, Anatomi Quran; Perbezaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Quran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

ISMAIL, Sya’ban Muhammad, Dr., Mengenal Qiraat al-Quran, Semarang: Bina Utama, 1993

MUDZAKKIR AS, Drs., Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1994

Diadaptasi dan diubah dari http://ridwan202.wordpress.com/2007/11/23/34/

Bahasa Arab: Asas

Dalam buku ini, saya lampirkan pengenalan dan asas-asas kaedah bahasa arab. Boleh ikut muka-ke-muka atau lompat ke muka yang anda suka asalkan anda sudah faham dengan asas-asas sebelumnya.

Ramai guru-guru bahasa arab ada. Boleh pelajari dari mereka juga secara langsung. Jika tidak, boleh belajar dari media elektronik dan cetak seperti di antarajaring (internet).

Jika tahu bahasa arab, anda boleh memahami Al-Quran dan Al-Hadis dan juga tulisan-tulisan dalam bahasa arab.

Sekian. Wallahu 'alam.















Rakan-rakan Pembaca Budiman